Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

CUT NYAK DIN (1850 — 1908)

CUT NYAK DIN (1850 — 1908)

PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN



Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No 106/Tahun 1964, Tanggal 2 Mei 1964.



          Di Sumedang terdapat sebuah makam. Makam srikandi dan Pahlawan Nasional dari Aceh, yaitu Cut Nyak Din. Beliau meninggal dunia di Sumedang pada tanggal 6 Nopember 1908 sebagai tawanan pemerintah Belanda. Bertahun-tahun lamanya beliau berperang melawan Belanda, tanpa mau menyerah.


          Cut Nyak Din dilahirkan di Lampadang, Aceh Besar pada tahun 1850. Ayahnya bernama Nanta Setia, Ulebalang VI Mukim, seorang Aceh keturunan Minangkabau. Suaminya bernama Teuku Cek Ibrahim Lamnga. Nanta setia, ayahnya dan Teuku Cek Ibrahim adalah pejuang-pejuang Aceh. Waktu itu hubungan antara kerajaan Aceh dengan pemerintah Hindia Belanda sedang memburuk.


          Pada tahun 1873 meletuslah perang Aceh dengan Belanda dan pada tahun 1875 daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda. Cut Nyak Din mengungsi ke tempat lain bersama anaknya yang masih kecil dan berpisah dari ayah dan suaminya. Ibrahim Lamnga kemudian tewas dalam pertempuran yang terjadi di Gle Tarum pada bulan Juni 1878. Sejak itu Cut Nyak Din meneruskan perjuangan dan bersumpah untuk membalas kematian suaminya.


          Pada tahun 1880 ia menikah untuk kedua kalinya dengan kemenakan ayahnya, yaitu Teuku Umar. Teuku Umar adalah pejuang Aceh yang terkenal pula dan pada tahun 1884 ia dapat merebut kembali daerah VI Mukim Dari tangan Belanda. Teuku Umar mempunyai siasat perang yang hebat. Dengan berkedok untuk bekerja sama dengan Belanda, ia memperoleh senjata dan perlengkapan perang. Tiga tahun kemudian ia berbalik dan memerangi Belanda. Namun ia gugur dalam pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. Sejak itu Cut Nyak Din tampil ke depan dan meneruskan perjuangan secara bergerilya. Waktu itu umurnya sudah 50 tahun.


          Enam tahun lamanya Cut Nyak Din dan pasukannya bergerilya. Belanda berusaha untuk menangkapnya. Umurnya sudah semakin tua dan pasukannya sudah banyak berkurang karena gugur. Lagi pula matanya sudah mulai rabun ditambah pula dengan penyakit encok. Kasihan akan keadaannya yang demikian, anak buahnya akhirnya melaporkan hal itu kepada Belanda, sehingga ia ditangkap. Waktu ditangkap, Cut Nyak Din masih sempat mencabut rencongnya, namun untung segera dapat direbut oleh seorang tentara Belanda. Beliau kemudian dibuang ke Sumedang, Jawa Barat dan akhirnya meninggal dunia di sana pada tanggal 6 Nopember 1908.


          Demikianlah kisah perjuangan dan kehidupan beliau dalam melawan penjajah Belanda, walaupun usianya tidak lagi muda namun ia tetap berjuang melawan penjajah.

Post a Comment for "CUT NYAK DIN (1850 — 1908)"