Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KISAH SEJARAH PERJUANGAN "RADEN AJENG KARTINI" (1879 — 1904)

KISAH SEJARAH PERJUANGAN "RADEN AJENG KARTINI" (1879 — 1904)


PAHLAWAN PERGERAKAN NASIONAL



Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No 108/Tahun 1964, Tanggal 2 Mei 1964.



          Siapa yang tidak kenal dengan beliau seorang pahlawan wanita yang selalu dikenal sebagai salah satu idola dan memberi inspirasi serta motivasi bagi kaum wanita, beliau adalah "Raden Ajeng Kartini" merupakan pelopor emansipasi wanita Indonesia. Ia bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum wanita melalui pendidikan, agar mereka mendapat hak dan kecakapan yang sama sebagaimana kaum pria.


          Raden Ajeng Kartini dilahirkan pada tanggal 21 April 1879 di Jepara Jawa Tengah. Ayahnya adalah bupati Jepara. Kartini bersekolah hanya sampai sekolah dasar. Ia berkeinginan untuk melanjutkan sekolahnya, tapi tidak diizinkan oleh orang tuanya.
          Sebagai seorang gadis, Kartini harus menjalani masa pingitan hingga sampai waktunya untuk menikah. Ini merupakan suatu adat yang harus dijalankan pada waktu itu. Kartini hanya dapat memendam keinginannya untuk bersekolah lebih tinggi.


          Untunglah ia gemar membaca dari majalah sampai buku-buku. Pikirannya menjadi terbuka lebar, apalagi setelah membandingkan keadaan wanita di Eropah dengan wanita Indonesia.
          Sejak itu timbullah niatnya untuk memajukan wanita Indonesia melalui pendidikan. Untuk itu Kartini mendirikan sekolah bagi gadis-gadis di Jepara. Muridnya hanya berjumlah 9 orang yang terdiri dari kerabat atau famili.
          Di samping itu ia banyak pula menulis surat untuk teman-temannya orang Belanda. Dalam surat itulah ia melampiaskan Cita-citanya untuk menuntut persamaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Usahanya untuk mendapatkan bea-siswa dari Pemerintah Belanda pun berhasil pula.


          Namun pada saat itu pula ayahnya memutuskan agar Kartini harus menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang. Sejak itu Raden Ajeng Kartini harus mengikuti suaminya ke Rembang. Suami Raden Ajeng Kartini memahami cita-cita istrinya itu dengan mendirikan sekolah anak perempuan di rumahnya sendiri. Kemudian bermunculan pula sekolah-sekolah serupa dengan nama "Sekolah Kartini" di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan lain-lain.


          Raden Ajeng Kartini meninggal dalam usia muda, yaitu 25 tahun. Ia tak sempat mengenyam jerih payahnya dalam membangun dan memajukan dunia pendidikan di masa itu yang masih sulit dan dibatasi bagi kaum wanita untuk mengenyam pendidikan seperti para kaum laki-laki.
          Ia meninggal pada tanggal 17 September 1904, setelah melahirkan putra pertamanya. Dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
          Sebuah buku yang berjudul "Door Duisternis tot Licht" (Habis Gelap Terbitlah Terang)  merupakan kumpulan surat-suratnya. Dalam buku itu terdapat buah pikiran Raden Ajeng Kartini yang mendorong kaum wanita ke arah kemajuan yang sama seperti kaum pria.


          Demikianlah perjuangan beliau demi kaum wanita agar bisa memiliki hak yang setara dengan kaum pria dalam menempuh dunia pendidikan dan agar tidak dibatasi dalam hal apapun karena wanita juga mampu dan punya hak yang sama.
          Sehingga setiap tanggal 21 April di seluruh Indonesia diperingati sebagai hari Kartini, sebagai wujud kecintaan dan penghormatan bagi Raden Ajeng Kartini untuk mengenang jasa-jasanya sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional yang sudah memajukan kehidupan kaum wanita Indonesia. Berdasarkan keputusan presiden dimana keputusan ini berawal dari Presiden Republik Indonesia (RI) Suekarno, No 108 Tahun 1964 pada 2 Mei 1964.
          Bertepatan dengan hari lahir beliau 21 April, sebagai Pahlawan wanita yang memperjuangkan hak-hak wanita agar setara dengan hak pria tidak dibedah-bedakan dan direndahkan.

Post a Comment for "KISAH SEJARAH PERJUANGAN "RADEN AJENG KARTINI" (1879 — 1904)"