ZAMAN PRASEJARAH DAN PERKEMBANGAN KEHIDUPAN DI INDONESIA
ZAMAN PRASEJARAH INDONESIA
1. Pengertian Zaman Prasejarah
Dimana pada zaman modern ini, kita dengan cepat dapat memperoleh informasi mengenai apa saja. Kita dapat mencarinya di surat kabar, majalah, ataupun perpustakaan misalnya di buku bahkan bisa juga melalui internet. Dengan melalui tulisan, kita dapat memperoleh gambaran mengenai informasi yang kita inginkan.
Melalui tulisan pula, kita dapat memperoleh informasi mengenai peristiwa pada masa silam. Adakah di antara kalian yang pernah mengunjungi museum dan pusat arsip nasional?.... Di tempat itu akan kita temukan tulisan dari orang-orang zaman dahulu. Melalui tulisan itu, kita dapat mengetahui cara masyarakat zaman dahulu bergotong-royong, mencari makan, berdagang dan bermusyawarah.
Akan tetapi, tidak seluruh kejadian masa lampau terekam dalam tulisan. Sejak muncul di muka bumi ini, manusia belum langsung mengenal tulisan. Dengan demikian, kita tidak dapat memperoleh peninggalan berupa tulisan dari masa itu. Masa ketika manusia belum mampu mewariskan peninggalan tulisan itulah yang dinamakan zaman prasejarah.
* Prasejarah terdiri atas dua kata, yaitu “pra” dan “sejarah”. Kata “pra” berasal dari kata Latin prae yang berarti “sebelum”. Sementara itu, sejarah menunjuk pada masa ketika manusia sudah mampu meninggalkan keterangan tertulis. Jadi, zaman sejarah berarti masa ketika manusia belum mampu meninggalkan keterangan tertulis.
Kapankah zaman prasejarah berakhir? Zaman prasejarah berakhir dengan masuknya zaman sejarah. Dengan kata lain, zaman prasejarah berakhir saat manusia mampu meninggalkan keterangan tertulis.
Perlu kita ingat, berakhirnya zaman prasejarah untuk tiap masyarakat tidak sama. Masyarakat Sumeria dan Mesir mengakhiri zaman prasejarahnya sekitar tahun 4000 SM (Sebelum Masehi). Sekitar tahun itu, telah muncul keterangan tertulis mengenai kehidupan mereka. Zaman prasejarah di Indonesia baru berakhir sekitar tahun 400 M (Masehi). Berarti, peninggalan tertulis tertua di Indonesia berasal dari tahun tersebut.
ZAMAN PRASEJARAH DAN PERKEMBANGAN KEHIDUPAN DI INDONESIA
Bentuk peninggalan dari zaman sejarah dan prasejarah.
2. Pembagian Zaman Prasejarah Indonesia
Sepanjang zaman prasejarah, peninggalan manusia purba Indonesia berupa perkakas dan bangunan. Perkakas yang ditemukan bermacam-macam bentuknya. Ada yang kasar, ada pula yang halus buatannya. Sedangkan bangunan yang ditemukan pun beragam bentuknya. Berdasarkan peninggalan tersebut, para ahli sejarah membagi zaman prasejarah Indonesia sebagai berikut :
Zaman Batu : — Zaman Batu Tua (Paleolithikum) → Perkakas batu masih kasar buatannya
— Zaman Batu Madya (Mesolithikum) → Perkakas batu agak halus buatannya
— Zaman Batu Muda (Neolithikum) → Perkakas batu sudah diasah sampai halus.
Zaman Logam : — Zaman Perunggu → Perkakas terbuat dari campuran tembaga dan timah putih
— Zaman Besi → Perkakas tersebut dari bijih besi yang telah dilebur
— Zaman Megalithikum → Peninggalan bangunan dari batu besar.
PERKEMBANGAN KEHIDUPAN ZAMAN PRASEJARAH DI INDONESIA
Kehidupan zaman prasejarah di Indonesia berkembang dari kehidupan berburu dan berpindah-pindah, berladang, bermukim, sampai pada bercocok tanam di persawahan.
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan berlangsung pada Zaman Batu Tua. Masa ini dialami oleh Pithecanthropus dan Homo wajakensis. Ketika itu cuaca masih belum menentu. Alam masih buas dan sukar ditaklukkan. Kepulauan Indonesia masih dalam proses pembentukan. Dengan kemampuan yang masih sederhana, manusia purba masih amat bergabung pada keadaan alam sekitarnya.
Kehidupan Manusia Purba
Masa berburu dan mengumpulkan makanan ditandai oleh pola hidup sebagai berikut :
1) Manusia purba hidup dalam kelompok-kelompok kecil. Mereka tinggal di tempat yang mengandung bahan makanan dan air. Tempat yang mereka pilih berupa hutan kecil atau padang rumput di sekitar sungai dan danau.
2) Cara memperoleh makanan yang masih sederhana membuat manusia purba harus hidup berpindah-pindah. Jika persediaan makanan di tempat mereka tinggal menipis, manusia purba akan pindah ke tempat lain yang menyediakan makanan cukup.
3) Manusia purba belum mampu menghasilkan makanan sendiri. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, mereka mencari dan mengumpulkan tumbuhan dan buah-buahan di sekitar tempat mereka berteduh. Cara hidup seperti itu dinamakan food gathering (mengumpulkan makan). Selain itu, makanan juga diperoleh dengan cara berburu. Mereka memburu binatang yang berkeliaran di sekitar tempat mereka berteduh.
4) Dalam kelompok kecil, laki-laki bertugas berburu, sedangkan perempuan bertugas mengumpulkan dan meramu makanan.
Gambaran kehidupan manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan.
Perkakas untuk Berburu dan Meramu
Tidak seperti binatang, tubuh manusia purba tidak memiliki kelengkapan untuk memperoleh buah, daging, ataupun sayuran yang diinginkan. Mereka tidak memiliki taring yang tajam dan cakar yang kuat. Oleh karena itu, untuk mempertahankan hidupnya, manusia purba memerlukan perkakas.
Berdasarkan temuan yang ada, kita dapat mengetahui bahwa kemampuan membuat perkakas pada masa berburu dan mengumpulkan makanan masih amat terbatas. Manusia purba membuat perkakas secara sederhana, sekedar membantu mereka untuk menangkap binatang buruan dan meramu sayuran serta buah.
Perkakas peninggalan dari masa berburu dan mengumpulkan makanan antara lain sebagai berikut.
1) Kapak Genggam
Perkakas ini terbuat dari batu yang masih kasar buatannya. Belum terpikir oleh manusia purba ketika itu untuk memperhalus atau mengasah kapaknya. Sesuai dengan namanya, kapak ini digunakan dengan cara menggenggam.
Sesuai dengan cara membuatnya, kapak genggam dapat dibedakan menjadi kapak perimbas dan kapak pencetak. Kapak perimbas dibuat dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai tajam. Sisi lainnya dibiarkan sebagai tempat menggenggam. Kapak pencetak dibuat dengan memangkas kedua sisi batu secara berselang-seling.
Gambar kapak perimbas.
Di tanah air kita, tradisi kapak genggam ternyata tersebar luas. Tradisi ini khususnya berkembang di daerah yang mengandung banyak bahan batu-batuan. Kapak genggam antara lain ditemukan di Lahat (Sumatera Selatan), Bengkulu, Pacitan (Jawa Timur), Awangbangkal (Kalimantan Selatan), Cabbenge (Sulawesi Selatan), Flores, dan Timor.
2) Alat Serpih
Umumnya, perkakas ini berupa pecahan kecil sisa pemangkasan batu untuk kapak genggam. Itulah sebabnya, alat serpih sering kali ditemukan berdekatan dengan kapak genggam. Di samping itu, alat serpih dapat dibuat dengan cara memukul batu inti hingga menjadi pecahan kecil-kecil.
Alat serpih berbentuk segitiga ataupun setengah lingkaran. Sesuai dengan bentuknya, perkakas ini digunakan sebagai serut, penusuk, gurdi, dan pisau.
Gambar kapak penetak yang ditemukan di Punung, Pacitan, Jawa Timur.
Gambar alat-alat serpih.
3) Perkakas Tulang
Sesuai dengan namanya, perkakas ini terbuat dari tulang hewan. Jenis tulang yang dipilih adalah tulang yang kuat dengan bentuk sesuai dengan keperluan. Perkakas tulang berguna sebagai belati, pengorek ketela atau ubi, mata panah, dan ujung tombak.
Sementara ini, perkakas tulang dari masa berburu dan mengumpulkan makanan hanya ditemukan di Ngandong. Perkakas ini ditemukan bersama perkakas lain yang terbuat dari tanduk, serpih, dan batu bundar.
2. Masa Bermukim dan Berladang
Kehidupan bermukim dan berladang mulai berlangsung sejak Zaman Batu Madya. Masa ini dialami oleh manusia purba dari ras Australomelanesid dan Monggolid. Pada masa ini, manusia purba menyadari bahwa hidup berpindah-pindah tidak lagi dapat dipertahankan. Mereka pun berupaya untuk tidak sepenuhnya tergantung pada alam. Mereka belajar untuk mulai menghasilkan makanan sendiri. Upaya tersebut membawa pengaruh besar baik dalam pola hidup maupun kemahiran membuat perkakas.
Kehidupan Manusia Purba
Masa bermukim dan berladang ditandai oleh pola hidup sebagai berikut :
1) Manusia purba hidup dalam kelompok yang lebih besar. Mereka mulai berupaya untuk bermukim, meskipun masih bersifat sementara. Mereka memilih gua-gua sebagai tempat tinggal. Ada pula yang mendirikan rumah panggung di tepi pantai. Seperti masa sebelumnya, tempat tinggal yang dipilih harus mengandung sumber makanan dan air.
2) Adanya manusia purba yang tinggal dalam gua terbukti dari temuan perkakas di gua-gua, seperti Gua Lowo di Sampung, Jawa Timur dan beberapa gua di Lamoncong, Sulawesi Selatan. Adanya manusia purba yang tinggal di pesisir terbukti dari temuan sampah dapur (tumpukan tulang siput dan kerang) di Sumatera Utara.
3) Bersamaan dengan upaya untuk bermukim, manusia purba belajar becocok tanam. Mereka mulai memanfaatkan hutan belukar untuk lahan pertanian. Mereka menebang pohon dan belukar, membakar serta membersihkannya, lalu membuka ladang. Di ladang itu mereka menanam umbi-umbian dan jenis padi liar. Cara becocok tanam masih amat sederhana. Sementara itu, mereka tetap berburu dan menangkap ikan untuk memperoleh bahan makanan tambahan.
4) Meskipun telah bermukim dan berladang, manusia purba belum menetap secara permanen. Setelah suatu lahan tidak lagi bisa diusahakan untuk lahan, mereka berpindah ke tempat lain untuk membuka lahan baru.
5) Manusia purba telah menjinakkan binatang sebagai hewan piaraan. Kenyataan itu terbukti dari temuan fosil binatang di sekitar gua yang pernah dijadikan tempat tinggal.
6) Awal hidup bermukim memberi kesempatan bagi manusia purba untuk mengembangkan kemampuan yang belum terpikirkan pada masa sebelumnya. Salah satu kemampuan itu adalah kesenian. Telah dikenalnya kesenian terbukti dari peninggalan lukisan di dinding gua ataupun batu karang. Lukisan itu menggambarkan pengalaman, perjuangan, harapan hidup, dan kepercayaan mereka.
7) Manusia purba telah sanggup membuat api dan mengenal tradisi penguburan.
Perkakas untuk Berladang dan Keperluan Sehari-hari
Kehidupan berladang mendorong manusia purba menyempurnakan perkakas yang dibuatnya. Perkakas itu mulai diasah atau diharuskan agar dapat digunakan untuk berladang, berburu, dan keperluan lainnya. Selain membuat perkakas untuk berladang dan berburu, mereka pun telah membuat perkakas untuk keperluan rumah tangga dan kesenian.
Perkakas peninggalan masa bermukim dan berladang antara lain sebagai berikut :
1) Pebble
Perkakas ini berupa kapak genggam yang telah diasah kedua sisinya sampai agak halus. Karena banyak ditemukan di Sumatera, perkakas ini dinamakan juga kapak genggam Sumatera atau Sumatralith.
2) Serpih-bilah
Pada masa bermukim dan berladang, pembuatan perkakas serpih-bilah amat berkembang. Selain secara pembuatannya lebih maju, jenis alat yang dibuat pun semakin beragam. Selain untuk berburu, perkakas ini digunakan terutama untuk berladang dan keperluan rumah tangga.
Gambar Sumatralith yang ditemukan di Sangiran, Jawa Tengah.
3) Pipisan
Perkakas ini berupa batu penggiling beserta landasannya. Perkakas ini digunakan untuk menggiling makanan dan bahan cat untuk melukis.
4) Perkakas Tulang dan Kerang
Seperti pada sepih-bilah, cara pembuatan perkakas ini sudah lebih maju daripada masa sebelumnya. Misalnya, perkakas diasah sampai tajam dan dibuat bergerigi. Selain untuk berburu, perkakas ini digunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Masa Becocok-tanam di Persawahan
Masa bercocok-tanam di persawahan berlangsung sejak Zaman Batu Muda dan zaman selanjutnya. Masa ini dialami oleh manusia purba dari ras Monggolid. Mereka menyadari kehidupan berladang secara berpindah tidak lagi dapat dipertahankan. Alasannya, jumlah manusia semakin bertambah dan lahan yang tersedia semakin sempit. Lalu manusia purba memutuskan untuk hidup menetap secara permanen. Keputusan itu membawa pengaruh besar dalam pola hidup bermasyarakat dan peningkatan keterampilan serta cara bercocok-tanam.
Kehidupan Manusia Purba
Masa bercocok-tanam di persawahan ditandai oleh pola hidup sebagai berikut :
1) Manusia purba hidup di dalam suatu perkampungan yang terdiri atas beberapa rumah tinggal sederhana. Tiap rumah didiami oleh beberapa keluarga. Rumah berbentuk bulat dengan atap daun-daunan yang langsung menempel ke tanah. Kemudian berkembang bentuk rumah lebih besar yang dibangun di atas tiang. Tujuannya adalah untuk menghindarkan diri dari bahaya banjir dan binatang buas.
2) Dalam bercocok tanam, manusia purba mulai mengusahakan persawahan. Lahan-lahan dialiri air dengan membuat saluran pengairan. Mereka juga memanfaatkan kotoran hewan sebagai pupuk. Mulailah mereka mengenal sistem irigasi dan pemupukan.
3) Membangun rumah dan bercocok tanam di sawah memerlukan kerja sama. Kesadaran ini membuat semangat gotong royong semakin kuat di antara sesama warga perkampungan. Kemudian, manusia purba pun menyadari pentingnya aturan bersama agar kehidupan dalam perkampungan berlangsung aman dan tertib. Untuk itu, diperlukan adanya orang yang sanggup menjamin terlaksananya kepentingan bersama dalam kehidupan sehari-hari. Mulailah muncul golongan pemimpin dalam masyarakat. Proses kehidupan seperti itu merupakan awal terbentuknya suku-suku.
4) Pembagian kerja yang sudah ada pada masa sebelumnya semakin tegas dan majemuk. Ada kelompok yang khusus membuat perkakas, ada yang bertani di sawah, ada yang mengurus rumah tangga. Pembagian kerja seperti itu memungkinkan masing-masing bidang pekerjaan dapat ditangani dengan baik. Mulailah timbul kelompok-kelompok yang ahli menangani pekerjaan tertentu.
5) Sistem kepercayaan telah berkembang. Manusia purba telah melakukan bentuk upacara kepercayaan tertentu. Hal itu terbukti dari penemuan perkakas dari batu pilihan dan gerabah. Perkakas dari batu pilihan berfungsi sebagai benda pusaka dan alat upacara. Gerabah berfungsi sebagai wadah sesajian. Adanya sistem kepercayaan manusia purba semakin terbukti dengan ditemukannya peninggalan kebudayaan Batu Besar (megalithikum).
Perkakas untuk Bersawah dan Keperluan Sehari-hari
Perkakas dari masa bercocok tanam di persawahan memperlihatkan kemajuan mencolok dibandingkan perkakas dari masa sebelumnya. Perkakas itu telah diasah sampai halus. Perkakas yang umum dari masa ini adalah beliung persegi dan kapak lonjong. Keduanya ditemukan tersebar di seluruh Kepulauan Indonesia. Kedua perkakas tersebut bahkan dapat dianggap sebagai petunjuk umum tentang masa bercocok tanam di persawahan.
Perkakas peninggalan masa bercocok tanam di persawahan antara lain sebagai berikut :
1) Beliung Persegi
Perkakas ini berbentuk persegi panjang atau trapesium, tetapi tidak sebesar beliung sekarang. Perkakas ini terbuat dari batu api. Ada juga yang terbuat dari batu Semipermata. Manfaat perkakas ini terutama untuk menggarap ladang, upacara (khusus beliung dari batu semipermata), dan membelah kayu, misalnya saat akan membuat rumah atau perahu. Tidak seperti kapak genggam, cara menggunakannya sudah memakai tangkai. Ujung tangkai diikatkan atau dijepitkan pada beliung tersebut.
Beliung persegi banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian Barat. Dari yang ditemukan, ada beliung yang tampak bekas dipakai, ada yang masih utuh. Hasil temuan itu memperlihatkan adanya perbedaan antara beliung untuk alat kerja dan beliung untuk keperluan upacara. Beliung yang masih utuh sudah tentu digunakan sebagai alat upacara.
Gambar Beliung persegi.
2) Kapak Lonjong
Sesuai dengan namanya, perkakas ini berbentuk bulat telur. Bagian yang tajam lebih lebar daripada bagian pangkal. Perkakas ini terbuat dari batu andesit yang berwarna hitam. Ada juga yang terbuat dari batu nefrit yang berwarna hijau tua.
Umumnya, kapak lonjong digunakan sebagai pacul dan kapak biasa. Hal itu tergantung dari besar kecilnya ukuran kapak. Selain itu, ada juga yang dipakai untuk keperluan upacara saja. Bahan batunya sudah tentu lebih bagus dan terpilih dibandingkan bahan batu untuk kapak biasa. Pembuatannya pun jauh lebih halus.
Bentuk kapak lonjong serupa dengan kapak yang digunakan penduduk asli Irian. Kemungkinan besar kapak itu merupakan kelanjutan dari kapak lonjong.
Gambar Kapak lonjong.
Dugaan itu didukung oleh banyak ditemukannya kapak lonjong di kawasan Indonesia bagian timur.
3) Mata Panah
Bentuk mata panah tidak jauh berbeda dari masa sebelumnya, hanya lebih halus dan tajam. Bahan untuk perkakas ini tergantung pada kegunaannya. Mata panah untuk berburu terbuat dari batu, sedangkan mata panah untuk menangkap ikan terbuat dari tulang atau tanduk.
Gambar Mata panah yang terbuat dari batu.
4) Gerabah
Fungsi gerabah adalah untuk wadah berbagai keperluan. Selain untuk memasak dan menyimpan makanan, gerabah juga digunakan untuk menyimpan sesajian. Cara membuat perkakas ini masih sederhana. Bahan dasarnya adalah campuran tanah liat. Kemudian campuran ini dibentuk dengan tangan sehingga masih kasar.
Gambar Gerabah.
Pada perkembangan selanjutnya cara membuat gerabah menjadi lebih maju dengan bantuan alat-alat kerja. Mutunya telah diperhatikan, terutama setelah ditangani oleh pekerja khusus. Selain diperhalus, gerabah diperindah dengan berbagai pola hiasan dan warna. Salah satu jenis hiasan yang umum ketika itu adalah hiasan anyaman. Hiasan itu dibuat dengan menempelkan agak keras selembar anyaman pada gerabah yang masih basah. Setelah itu, gerabah dijemur sampai kering kemudian dibakar.
Selain perkakas, manusia purba dari masa bercocok tanam di persawahan juga meninggalkan barang perhiasan. Perhiasan umumnya berupa gelang, Cincin dan kalung. Umumnya perhiasan ini terbuat dari tanah liat dan batu pilihan, seperti batu agat, kalsedon, dan yasper yang berwarna putih, kuning, coklat, merah, dan hijau. Adanya perhiasan ini membuktikan bahwa manusia purba telah memperhatikan keindahan dalam kehidupan mereka.
→ Dapat disimpulkan bahwa :
— Zaman sejarah menunjuk pada masa belum dikenalnya tulis-menulis sebagai sarana pemberi informasi. Zaman prasejarah Indonesia dapat dibedakan menjadi zaman batu dan zaman logam. Zaman batu dapat dirinci lagi menjadi palaeolithikum, mesolithikum, dan mesolithikum.
— Kehidupan manusia purba berkembang dari masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa bermukim dan berladang, sampai masa bercocok tanam di persawahan. Perkembangan mencolok yang tampak dari masa-masa itu antara lain :
a. Cara bertempat tinggal, dari berpindah-pindah sampai menetap di perkampungan,
b. Kemahiran membuat perkakas, dari batu kasar sampai batu halus,
c. Memperoleh makanan, dari berburu dan mengumpulkan makanan, sampai berladang dan bersawah,
d. Kebudayaan, dari tidak mengenal sampai sikap menghargai,
e. Masyarakat, dari tidak teratur sampai kehidupan menurut hukum.
Post a Comment for "ZAMAN PRASEJARAH DAN PERKEMBANGAN KEHIDUPAN DI INDONESIA"