PANGERAN ANTASARI (1809 — 1862)
PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN
"Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No 06/TK/Tahun 1968, Tanggal 27 Maret 1968".
Pemerintah kolonial Belanda selalu mempergunakan kesempatan untuk mengadu domba antar golongan istana. Begitu pula halnya dengan Kerajaan Banjar di Kalimantan. Belanda sengaja hendak menghancurkan kerajaan itu dengan tujuan dapat memegang hak monopoli atas perdagangan lada di daerah itu. Dalam tahun 1859 Sultan Tamjid yang tidak disukai rakyat diangkat menjadi Sultan Banjar. Sebenarnya yang lebih berhak untuk menjadi Sultan adalah Pangeran Hidayat. Untuk itu Pangeran Antasari membelanya dengan memberontak kepada Belanda.
Pangeran Antasari dilahirkan pada tahun 1809. Ia adalah keturunan keluarga kesultanan Banjarmasin dan dibesarkan di luar lingkungan istana. Karena itu ia merasakan betul nasib dan penderitaan rakyat banyak.
Karena adanya pengangkatan Sultan Tamjid yang tidak disukai rakyat, maka terjadilah keresahan yang anti-Belanda. Pangeran Antasari yang tahu betul akan perasaan hati rakyatnya mulai mengadakan persiapan. Untuk menghimpun kekuatan yang besar, ia bersekutu dengan kepala-kepala daerah Hulu Sungai, Martapura, Barito, Pleihari, Kahayan, Kapuas dan lain-lainnya. Ajakan Antasari untuk menggempur pasukan Belanda disetujui. Mereka telah bersepakat untuk mengangkat senjata mengusir Belanda dari Kesultanan Banjar. Maka pada tanggal 18 April 1859 meletuslah perang pertama yang lebih dikenal dengan Perang Banjar. Kekuatan pasukan Antasari yang semula berjumlah 6000 orang bertambah lama bertambah besar, sehingga Belanda mendapat kesulitan.
Perang itu berlangsung sampai empat belas tahun. Karena merasa kewalahan, maka Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk berunding, namun Antasari menolaknya. Dalam usianya yang sudah mulai menua, Pangeran Antasari tetap melanjutkan perjuangan dan pantang untuk berdamai dengan Belanda. Daerah pertempurannya meliputi Kalimantan Selatan dan Tengah.
Pada bulan Oktober 1862 Pangeran Antasari merencanakan suatu serangan besar-besaran terhadap Belanda. Pasukan-pasukan sudah dipersiapkan, namun penyakit cacar tiba-tiba melanda daerahnya. Wabah penyakit itu tak urung pula menghinggapi tubuh Antasari, hingga merenggut jiwanya. Beliau pun meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 1862 di Bayan Begak, Kalimantan Selatan. Beliau kemudian dimakamkan di Banjarmasin dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Post a Comment for "PANGERAN ANTASARI (1809 — 1862)"