ISLAM DALAM SEJARAH MAKASSAR
Dalam Artikel ini saya akan membahas tentang stimulasi Islam dalam sejarah Makassar.
Awal mula AGAMA ISLAM diterima oleh Kerajaan Tallo dan Gowa tahun 1605. Kendati ini relatif terlambat dibandingkan Buton pada pada abad ke-16 Ternate abad ke-15, namun segera setelah itu, Islam menjadi stimulus bagi sejarah Makassar. Para pedagang muslim Melayu mulai menetap di Ujung Pandang tahun 1512 (Stapel, 1922) dan pada 1561 mendirikan Kampung Mangalekana, dekat benteng Somba Opu. Pada masa Raja Gowa Tunijallo (1565–1590) dibangun sebuah masjid di Kampung itu. Dari kampung ini lahir para syahbandar Makassar. Selain berdagang, mereka sangat giat menyebarkan agama Islam.
Peran pedagang Melayu menjadi pertimbangan bagi raja, ketika ulama dari Kota Tengah Minangkabau Abdul Makmur Khatib Tunggal Dato ri Bandang mengajak Raja Tallo Karaeng Matowaya dan Raja Gowa Daeng Manrabia menganut Islam. Raja Tallo diberi gelar Sultan Abdullah Awwalul Islam dan Raja Gowa bergelar Sultan Alauddin.
Menurut Pelras (1983), Dato ri Bandang pernah datang di Tallo pada paruh kedua abad ke-16, namun tidak berhasil mengajak raja dan penduduk menganut Islam. Ia pindah ke Kutai bersama dengan Toean Toenggang. Di sana mereka berhasil mengislamkan raja dan penduduk Kutai (Masehi,1935). Lalu ia kembali ke Makassar, bersama dua ulama lain yakni Khatib Sulaiman (Dato ri Patimang) dan Abdul Jawa (Dato ri Tiro). Dua ulama yang terakhir masing-masing menyiarkan Islam di Luwu dan Bulukumba.
Pada tahun 1580 Sultan Ternate Babullah datang di pelabuhan Somba Opu mengajak raja Gowa menerima Islam dan mengusir orang Portugis dari negerinya, namun ia tidak berhasil. Betapa tidak, peran orang Portugis, yang nota bene adalah penganut Katolik, tidak kalah penting dari pedagang muslim dalam memajukan Makassar. Keluarga istana Tallo sangat dekat dengan Portugis. Raja Tallo, Karaeng Matowaya, dan putranya, Karaeng Patingalloang, serta cucunya, Karaeng Karunrung, pun pandai berbahasa Portugis.
Persoalannya adalah mengapa Makassar menerima Islam dari ulama Melayu dan bukan dari Sultan Ternate?.... Mungkin karena faktor politik. Keduanya merupakan kerajaan terkemuka di kawasan timur Indonesia yang sedang giat memperluas kekuasaannya. Selayar pernah di bawah kekuasaan Ternate, sebelum diserahkan kepada Gowa.
Keberhasilan Abdul Makmur tak lepas dari pendekatan yang ia gunakan. Menurut tradisi lisan Makassar, yang dikutip Mattulada (1976), ketika Matowaya meninggal istana menuju pelabuhan, dalam perjalanan ia bertemu seorang yang berjubah. Ia menuliskan kalimat di tapak tangan raja, sambil berpesan agar diperlihatkan kepada orang yang akan ditemui di pantai.
Melihat tapak tangan raja itu, maka ulama berkata bahwa penulisnya adalah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang menampakkan diri di negerinya, dalam bahasa lokal di sebut “Makkasariki Nabiyya”. Dengan demikian, Matowaya telah Islam sebelum bertemu Abdul Makmur. Dari peristiwa ini antara lain lahir versi asal mula nama Makassar. Tempat pertemuan raja dengan Nabi itu dianggap sakral oleh penduduk yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Pola ini mirip dengan pengislaman Raja Samudera Pasai Merah Silu akhir abad ke-13.
Menurut Hikayat, empat puluh hari sebelum kedatangan Syekh Ismail dari Mekkah, raja bermimpi bertemu Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang mengajaknya mengucapkan kalimat syahadat dan diberi gelar Sultan Malik Al-Shaleh. Negerinya disebut Samudra Darul Islam. Mimpi itu dibenarkan oleh Syekh Ismail yang kemudian menuntunnya mengucapkan kembali kalimat syahadat dan esoknya membaca kitab Al-Quran. Ismail memberikan berbagai hadiah dari Syarif Mekkah, penanda ia sebagai pemimpin umat Islam di Samudera. Ini adalah kesultanan pertama di Indonesia. Menurut Ibnu Bathutha, yang singgah di sana pada 1345, Samudera Pasai menganut mazhab Syafi'i.
Kisah di atas menunjukkan bahwa untuk mengislamkan penguasa negeri yang besar diperlukan suatu pendekatan spiritual yang tinggi, dalam hal ini kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, kendati beliau telah wafat ratusan tahun sebelumnya. Setelah itu, dua kesultanan kembar tersebut (Samudra-Pasai dan Gowa-Tallo) semakin berkembang pesat.
Makassar menjadi kota dunia yang sangat toleran terhadap semua penganut agama. Islam menjadi stimulus konsep laut bebas (mare liberum) dan pelabuhan bebas yang dipertahankan dengan gigih oleh Makassar terhadap monopoli pelayaran (mare clausum) VOC-Belanda. Ajaran Islam mewarnai hukum pelayaran dan perdagangan Ammana Gappa. Ini merupakan kontribusi penting Makassar bagi peradaban bahari Indonesia.
Post a Comment for "ISLAM DALAM SEJARAH MAKASSAR"