Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MARIA WALANDA MARAMIS (1872 — 1924)

MARIA WALANDA MARAMIS (1872 — 1924)


PAHLAWAN PERGERAKAN NASIONAL



Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No 012/TK/Tahun 1969,Tanggal 20 Mei 1969.



          Maria Yosephine Catharina Maramis dilahirkan di Kema, kota pelabuhan kecil di Sulawesi Utara pada tanggal 1 Desember 1872. Cita-citanya adalah untuk memajukan kaum wanita, agar mereka kelak dapat mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak mereka.
          Pada usia 6 tahun, Maria sudah menjadi yatim-piatu. Sejak itu ia dan dua saudaranya diasuh oleh paman dan bibinya Ezam Rotinsulu di Airmadidi. Sekolah Maria hanya sampai sekolah dasar di kota kecil itu. Pada waktu itu gadis-gadis Minahasa tidak diizinkan untuk bersekolah lebih tinggi dari sekolah dasar. Mereka hanya tinggal di rumah membantu orang tua sampai tiba saatnya untuk menikah.


          Paman Maria termasuk orang terpandang dan mempunyai kenalan luas, di antaranya Pendeta Ten Hoeven. Perkenalan dan pergaulan Maria dengan Pendeta Ten Hoeven, memperluas pengetahuan Maria. Sejak itu Maria bercita-cita untuk memajukan kaum wanita Minahasa. Cita-citanya itu bertambah subuh setelah ia menikah dengan seorang guru HIS Manado pada tahun 1890. Dengan bantuan suaminya Yoseph Frederik Calusung Walanda, beserta beberapa orang terpelajar lainnya, maka pada bulan Juli 1917 berdirilah sebuah organisasi. Organisasi itu diberi nama Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT).


          Tujuan organisasi itu adalah mendidik kaum wanita yang tamat sekolah dasar dalam hal rumah tangga. Seperti masak-memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan dan sebagainya. Wanita adalah tiang rumah tangga dan di tangan mereka pulalah tergantung masa depan anak-anak, pikir Maria.


          Organisasi PIKAT mendapat sambutan luas di kalangan masyarakat dan dalam waktu singkat berdirilah cabang-cabangnya di Sangirtalaud, Gorontalo, Poso, Ujungpandang (Makassar) dan lain-lain. Bahkan cabang-cabangnya berdiri pula di Jawa seperti di Jakarta, Bogor, Malang, Surabaya, Bandung, Cimahi dan Magelang. Di Kalimantan terdapat pula cabang PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya) seperti di Balikpapan, Sangusangu dan Kotaraja.


          Hambatan utama adalah dalam soal pembiayaan, namun berkat kegigihan Maria, kesulitan itu dapat pula diatasi. Pada tahun 1920 Gubernur Jenderal Belanda memberikan sumbangan uang kepada organisasi tersebut. Rasa kebangsaan pun ditanamkan dalam jiwa murid-muridnya. Mereka dianjurkan untuk selalu memakai pakaian daerahnya.
          Maria Walanda Maramis meninggal dunia pada tahun 1924 dan jasadnya dimakamkan di Maumbi, Sulawesi Utara.
          Demikianlah kisah perjuangan beliau sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.

Post a Comment for "MARIA WALANDA MARAMIS (1872 — 1924)"