Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KISAH SEJARAH KEPULAUAN SELAYAR

KISAH SEJARAH KEPULAUAN SELAYAR


SELAYAR dikenal sebagai daerah yang kaya dengan tanaman kelapa, melinjo, cengkih, pala, dan mete. Daerah ini juga terkenal dengan kekayaan hasil lautnya yang melimpah. Bahkan di Selayar terdapat sebuah Jangkar Raksasa dan Gong Nekara yang hanya ada dua di dunia, serta Taman Laut Nasional Takabonerate.

"Sumber gambar : calon bankir gila"
( Jangkar Raksasa )

"Sumber gambar : Pariwisata Selayar - Kepulauan Selayar"
( Gong Nekara )


"Sumber gambar : IDN Times Sulsel"
( Taman Laut Nasional Takabonerate )


      Kalau dilihat dari udara, Pulau Selayar mirip seperti udang, maka rakyat Selayar menyebut Selayar sebagai pulau "Tanadoang". 
Yang memiliki arti : ( Tanah Tempat Berdoa ).
Dimana dahulu, Pulau Selayar menjadi tempat berdoa bagi para pelaut yang hendak melanjutkan perjalanan baik ke barat maupun ke timur untuk keselamatan pelayaran mereka.


   Pulau Selayar terpisah agak jauh dari Pulau Sulawesi. Di daerah ini juga banyak ragam budaya tumbuh dan berkembang di masyarakat, walaupun budaya itu semakin hari semakin terkikis, bahkan hampir punah, dengan hadirnya budaya dari luar.
    Tidak ada lagi orang Selayar yang mau mengembangkan budaya seperti musik tambur, a'lanja, a'longga, a'toyeng, dan lain-lain.

    Budaya yang berkembang di daerah tersebut, kadang kala ada yang mirip dengan tradisi Makassar dan kadangkala ada yang sangat kontras atau mirip dengan Buton. Dan, yang lain berkembang subur diatas spesifikasi sendiri sebagai daerah tua yang membangun sejarahnya secara khusus.
    Meskipun kini Selayar bukanlah daerah yang jauh dari daratan Sulawesi Selatan dengan hadirnya transportasi laut dan udara seperti Kapal Fery dan Pesawat, tetapi di daerah ini, keanekaragaman budaya yang pernah berkembang dari awal sejarah  tetap masih ada yang bertahan dan dikembangkan oleh masyarakat Selayar. Bahkan semakin eksis meskipun daerah ini menjadi bagian dari Sulawesi Selatan.


    Menurut riwayat, Selayar punya hubungan yang erat dengan Kerajaan Buton di Sulawesi Tenggara. Malahan ada yang mengatakan, awal pemberian nama daerah ini dari kata "salah layar". Ini berkaitan dengan tersesatnya sejumlah perantau dari Buton yang akhirnya terdampar dan menetap di daerah ini.
      Bicara soal Selayar, khususnya dengan spesifikasinya sebagai daerah yang sudah lama berkembang, sebenarnya kalau ditelusuri berpusat pada tiga kerajaan besar.
    Dan dari tiga kerajaan yang konon berdaulat penuh, diantaranya adalah Kerajaan Gantarang 
yang kini cuma sebuah dusun dalam wilayah Desa Bontomarannu, Kecamatan Bontoharu. 
     Gantarang berada diatas bukit batu, yang terbentuk piramid dan di sebelah timur, selatan, dan utara adalah jurang dengan kedalaman hampir ratusan meter.

     Sejak sampai pada tahun 2014 Gantarang 
dihuni sekitar 80 kepala keluarga (KK), namun pada (24/6/2020). Saat tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kabupaten Selayar untuk melakukan rapid test massal, untuk warga satu dusun di Gantarang Lalang Bata, Desa Bontomarannu, Kecamatan Bontomanai. Jumlah penduduk tercatat sebanyak 137 orang dari 43 KK.
      Dan di daerah ini juga ditemukan sejumlah peninggalan sejarah seperti keris, tombak, pedang, meriam, Alquran tua, dan masjid tua yang unik bentuknya dibanding mesjid lainnya di Selayar.

"Sumber gambar : Pariwisata.Kepulauanselayarkab.go.id"

- Masjid Kuno Gantarang 

    Masjid Kuno Gantarang 
atau biasa disebut "Masjid Awaluddin" dibangun pada masa pemerintahan Sultan Pangali Patta Raja 
yang merupakan raja pertama memeluk agama islam. Di dalam masjid terdapat satu buah gendang atau beduk dan satu buah mimbar yang terbuat dari kayu. Dimana memiliki denah dasar persegi empat dengan ukuran badan masjid 8,5 m × 15 m dan ukuran mihrab 2,5 m × 2,5 m, dengan dinding bangunan dari bahan batu gunung yang diplester. Pilar-pilar masjid ini dari balok kayu dengan ukuran kayu 0,12 × 0,12 m. Sedangkan tinggi bangunan dari dasar tanah sampai ke puncak atap 9,52 m. Dan atap masjid berbentuk tumpang yang terbuat dari seng bergelombang.



* Menurut narasumber : DAENG MANGEPPEK, Pemerhati Budaya Selayar. Pada tahun 2014 *

     Beliau berkata : 
Sejak dulu Gantarang terkenal dengan permainan magis yang menakjubkan. Seperti konflik para ahli sihir yang memperlihatkan kelebihan seseorang dalam menaklukkan alam dan atraksi para jagoan memperlihatkan kesaktian kekebalan tubuh.
     Menurut riwayat, di antara tiga kerajaan besar di Selayar tempo dulu, Gantaranglah yang terbesar dan populer. Disinilah Sultan Pangali Patta Raja menerima agama Islam dari Datu Ribandang. Di sini pulalah Sultan Pangali Patta Raja secara demokratis menyerahkan tahta kepada salah seorang putranya, setelah melalui pertarungan yang panjang dan me-lelahkan.
      Kisah pertarungan ini berlangsung sangat sportif dan ksatria antara dua putra Sultan Pangali Patta Raja yang memenuhi syarat untuk tampil menggantikannya. Putra pertama bernama Daeng Mangkakasa, dan adiknya bernama Daeng Manrongrong.

      Begitu demokratisnya, Sultan Pangali Patta Raja tidak seenaknya menyerahkan jabatannya kepada dua putranya yang memenuhi syarat itu. Pertimbangan Sultan Pangali Patta Raja memang sangat tepat. Jabatan sebagai raja adalah segala-galanya. Karena selain sebagai pemimpin duniawi, juga harus menjadi pemimpin spiritual umat. Selain memiliki kesaktian dan kedikdayaan, juga harus memiliki kearifan dan kejernihan pikiran serta kemampuan memanfaatkan momentum dalam waktu yang tepat dan cepat.

    Maka Sultan Pangali Patta Raja menyuruh kedua putranya menemui Somba Ri Gowa. Maka putranya Daeng Mangkakasa dengan optimis dan ambisi yang tinggi, segeralah memulai perjalanannya ke Gowa di Sulawesi selatan untuk berlomba dengan adiknya Daeng Manrongrong yang rendah hati dan tidak sombong.
     Setelah sampai di Gowa, mereka berdua minta pertimbangan Somba Ri Gowa, siapa yang bisa jadi raja diantara kedua putra Sultan Pangali Patta Raja ini. Tetapi Somba Ri Gowa hanya mengatakan, kalian harus kembali ke Gantarang, dan siapa yang duluan tiba di Gantarang, maka itulah yang jadi raja.

     Daeng Mangkakasa yang memiliki perahu dengan kecepatan tinggi, selain kemampuan ilmu sihirnya, segera berlayar tanpa halangan. Sementara adiknya, Daeng Manrongrong, berjalan lesu menyusuri pantai selatan, sampai tiba di Gantarang Kindang Bulukumba.

     Ketika Daeng Mangkakasa tiba di Selayar, sedangkan Daeng Manrongrong masih berdiri lemas di pinggir pantai Bulukumba. Untung ada seorang nelayan tua sempat membantunya menyeberankan ke Selayar dan tiba dengan selamat di sekitar Benteng (sekarang kota Benteng Selayar) dan langsung menuju Gantarang.

     Kekhilafan Daeng Mangkakasa, meskipun ia duluan tiba di daratan Selayar, tetapi ia tidak langsung ke Gantarang. Semua kampung yang dikunjungi, ia berhenti dan berpesta pora. Ia begitu yakin, tahta ayahandanya bakal jatuh di tangannya.
      Apa yang terjadi kemudian, ternyata Daeng Manrongronglah yang menjadi raja di Gantarang karena dia duluan sampai di Gantarang.


Mari kita bahas Tentang Gantarang Lalangbata.


      Menurut secara administratif, adalah Perkampungan Tua Gantarang Lalangbata 
masuk dalam wilayah Dusun Gantarang Lalangbata, Desa Bontomarannu, Kecamatan Bontomanai, Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Berjarak sekitar 12 km dari Benteng ibukota Kabupaten Kepulauan Selayar
ke arah timur, dan dapat dijangkau dengan semua jenis kendaraan.
     Dimana pemukiman tua Gantarang , masyarakat setempat biasa menyebutnya dengan Gantarang Lalangbata. Berasal dari kata "Gang" 
yang memiliki arti : (Jalan), "Tarang" yang berarti : (Terang), "Lalang" berarti : (Dalam), sedangkan "Bata" artinya : (Pagar).
     Sehingga dapat disebut Gantarang Lalangbata 
berarti sebagai "sebuah daerah atau kampung yang dipagari oleh benteng menuju jalan terang. 
    Penamaan ini kemungkinan karena tumpukan batu karang yang diusun membentuk benteng yang mengililingi kampung dan kerajaan ini merupakan kerajaan yang pertama kali menerima ajaran agama Islam.

Dusun Gantarang, Desa Bontomarannu, Kecamatan Bontomanai terletak di kordinat ( 06°0,5'52.7" LS - 120°32'51,3" BT ). Gantarang Lalangbata 
adalah perkampungan tua yang berada di atas ketinggian 275 meter dari permukaan laut dan dikelilingi oleh lembah, sedangkan di sebelah timurnya di kelilingi oleh laut. Wilayahnya ditandai dengan batas benteng yang terbuat dari batu tersusun dan mengelilingi benteng ini, hingga kini masih dapat dilihat dan menjadi batas wilayah perkampungan.
     Perkampungan Tua Gantarang Lalangbata 
merupakan areal yang cenderung datar dan terletak di puncak bukit karang dengan luas sekitar 4,6 hektar. Jumlah hunian kurang lebih 39 buah rumah dengan arah hadap cenderung utara selatan.
    Dengan cagar budaya yang terdapat di Perkampungan Tua Gantarang Lalangbata memperlihatkan eksistensinya sebagai pemukiman tua dengan adanya unsur budaya dan penduduknya seperti benteng, masjid, lokasi ritual, pola tata ruang bangunan, kompleks makam, meriam, dan sebagainya. Adapun jumlah penduduk Perkampungan Tua Gantarang Lalangbata yaitu 165 orang dengan jumlah laki-laki 74 orang dan perempuan 91 orang.


Perkampungan Tua Gantarang Lalangbata 
merupakan sebuah dusun yang terletak di Kecamatan Bontomanai Kabupaten Kepulauan Selayar. Dusun lainnya yang terletak di Kecamatan ini, yaitu Dusun Bontomarannu, Pakkopiang, Teko, Balang pangi, Gojang utara, dan Gojang Selatan. Jarak perkampungan yang terletak di pantai timur ini, sekitar 15 km dari ibu kota Kabupaten Kepulauan Selayar yaitu Kota Benteng. Jika ingin berkunjung ke Perkampungan Tua Gantarang Lalangbata ini, kita harus menyusuri jalan setapak yang berbelok-belok, dimana kiri kanan jalan tampak hutan dan tebing serta beberapa di antaranya tampak ditanami pohon kemiri.

    Menurut cerita masyarakat, Kerajaan Gantarang 
memiliki empat pintu masuk, yaitu : 

A. Babaang Lembang-lembang, atau (Pintu Barat)
      Dimana memanjang dengan jalan utama menuju Perkampungan Tua Gantarang Lalangbata, berukuran tinggi 200 cm dan lebar 60 cm. Konon pintu ini ini dijaga oleh satu kerbau, menurut masyarakat.

B. Babaang Turungang, atu (Pintu Timur)
      Dibatasi dengan Teluk Turungang, dengan tinggi 135 cm dan lebar 60 cm. Konon penjaganya adalah seekor kuda.

C. Babaang Sele, atau (Pintu Selatan)
      Dibatasi dengan Teluk Babaere, dengan tinggi 100 cm dan lebar 60 cm.  Konon merurut masyarakat pintu ini dijaga oleh seekor kuda dan seekor kerbau.

D. Babaang Manrusu, atau (Pintu Rahasia)
      Diperluas dengan gua yang selanjutnya menuju Teluk Turungang berukuran tinggi 160 cm dan lebar 60 cm.

      Sejarah Gantarang mulai ditulis sejak masuknya Islam di Perkampungan Tua Gantarang Lalangbata yaitu dimana pada masa pemerintahan Pangali Patta Raja. Dalam naskah lontarak yang bertulis serang (huruf Arab dalam bahasa Makassar) menjelaskan tentang kedatangan Datok Ri Bandang ke Gantarang untuk tujuan mengislamkan Raja Gantarang.

    Berikut nama-nama Raja yang pernah memerintah di Gantarang, yaitu sebagai berikut :

1.   Mappasonri Krg. Raja
2.   Pangali Patta Raja
3.   Tambangan Daeng Manrongrong Sultan Muhammad Zakariah
4.   Baso Ugi Daeng Maggasing Sultan Muhammad Saleh
5.   Labao Daeng Maninggali Sultan Abdul Hidayah Muhammad Assiddiq
6.   Paleha Daeng Karaeng
7.   Cekele Daeng Manguntungi
8.   Baso Opu
9.   Daeng Paduni
10.   Caco Daeng Ma'ruppa
11.   Hatibu Daeng Manronrong
12.   Lanurung Daeng Rimonsong
13.   Baso Ali Daeng Biraeng Karaeng Rahung
14.   Muhammad Daeng Malewa
15.   Petta Bau Cenra Karaeng Pole

Mohon Maaf jika penulisan nama ada yang salah.




          Demikianlah Perkampungan Tua Gantarang Lalangbata sarat akan warisan budaya masa lalu yang masih bertahan dan dipertahankan oleh generasi mereka saat ini. Adapun sisa-sisa warisan budaya tersebut ada yang berbentuk bendawi dan tak bendawi. Akan tetapi jika ditelusuri lebih jauh masih banyak yang belum aku bahas atau tulis di artikel ini.

Post a Comment for "KISAH SEJARAH KEPULAUAN SELAYAR"